Langsung ke konten utama

Pandangan Etika



Dualisme Etika
Dualisme merupakan pandangan etika ekstrim, karena menghubungkan isu-isu moral dengan otoritas mutlak tanpa alasan rasional, dan menyangkal legitimasi nilai-nilai alternatif atau perspektif. Sementara variasi kecil dalam posisi dualistik etis mungkin terjadi, hal ini juga menjabarkan pandangan otoriter lingkup terbatas.
Multiplisitas Etika
Pandangan Multiplistik etika  mengakui bahwa adanya perspektif moral berbeda pada setiap masalah yang ada, tetapi tidak memiliki landasan rasional atau prinsip untuk pilihan atau pembenaran. Sementara pandangan seperti ini memungkinkan bahwa preferensi individu mungkin sama-sama valid, pandangan ini mempertahankan himpunan nilai-nilai dan kepentingannya sendiri. Tidak adanya pembenaran absolut atau yang berprinsip terhadap pilihan moral dan tindakan, menunjukkan bahwa pilihan yang dibuat atas dasar olahan, atau utilitas dan kelayakan hasilnya, berdasarkan alasan pragmatis, Akibatnya, himpunan nilai-nilai yang paling kompatibel dengan posisi ini terdiri dari utilitas, pilihan pragmatis dan kemanfaatan.
Posisi Relativistik etika
Sama seperti sejumlah besar dari filosofi pribadi adalah sesuai/kompatibel dengan Relativisme, terdapat juga berbagai pandangan etis yang sesuai dengan Relativisme. Posisi ini membutuhkan set nilai yang konsisten dan berprinsip, ditambah dengan pengakuan legitimasi alternatif. Jadi untuk mengembangkan teori tujuan pendidikan matematika, maka perlu mempertimbangkan beberapa set nilai, yang berdasar prinsip.
Untuk melengkapi teori Perry sangatlah tepat untuk mencari teori psikologi etis. Yang paling terkenal adalah Kohlberg (1969, 1981) yaitu teori tahapan moral. Namun ia telah dikritik karena bersifat selektif atau bias dalam pilihan tentang nilai-nilai moral tertinggi. Kritik utama  datang dari Gilligan (1982) yang membedakan adanya dua set nilai-nilai moral, nilai-nilai dipisahkan dan dihubungkan, melengkapi apa yang ditawarkan oleh Kohlberg. Belenky et al. (1985, 1986) .
Gilligan (1982) membedakan kerangka moral secara singkat sebagai berikut. Perspektif terpisah berfokus pada aturan dan prinsip, dan mengobjektifkan bidang yang menjadi perhatian dan objek pengetahuan. Penalaran moral biasanya didasarkan pada ‘keadilan buta’, penerapan keadilan tanpa memperhatikan masalah-masalah kemanusiaan. Perspektif seperti ini dianggap sebagai bagian dari definisi budaya maskulinitas.
Sebaliknya, perspektif moral terhubung  berhubungan dengan koneksi manusia dengan relasi, empati dan kepedulian; dengan dimensi manusia dalam situasi. Pandangan ini berkaitan dengan stereotip peran feminin, untuk menghubungkan, memelihara, dan juga untuk membuat nyaman dan melindungi (peran yang mungkin terbentuk secara sosial).
Perspektif moral ini akan digabungkan dengan Relativisme, yang bersamanya mereka konsisten. Namun mereka tidak akan begitu dianggap sebagai set nilai. Seperti dalam proposal et al Belenky. (1986), perspektif ini dianggap terkait dengan intelektual seperti halnya terkait dengan perkembangan etika. Pembenaran atas hal ini adalah bahwa teori Perry memperlakukan baik posisi epistemologisdan etika sebagai pembentuk keseluruhan yang utuh.
Belenky et al (1986) lebih jauh mengusulkan sebuah posisi epistemologi dan etika, yang merupakan sintesis dari nilai-nilai yang terpisah dan terhubung, beserta pendekatan epistemologis. Mereka menyebutnya dengan istilah ‘pengetahuan yang dikonstruksi” (constructed knowing)', yang mengintegrasikan ‘suara’ terhubung dan terpisah. Meskipun posisi epistemologis dan etis terintegrasi, kita dapat mengisolasi nilai-nilai etika yang terlibat didalamnya (meskipun Belenky, et.al tidak melakukannya). Nilai-nilai ini menggabungkan keterkaitan antara keadilan dan struktur (separated values, nilai terpisah) dengan koneksi peduli dan kemanusiaan (connected values, nilai terhubung). Yang termasuk didalam sintesis ini antara lain nilai-nilai tentang keadilan sosial dan struktur sosial yang bersifat liberatory dan memelihara realisasi potensi manusia individu. Set nilai ini terdiri dari kesetaraan, keadilan sosial dan persekutuan manusia. Nilai-nilai ini merupakan nilai yang sangat saling berkaitan (khususnya persekutuan, dan aspek sosial keadilan sosial), tetapi juga mengandung unsur keterpisahan (kesetaraan, dan aspek keadilan dari keadilan sosial)
 Masing-masing dari tiga set nilai tersebut menyediakan prinsip dasar untuk penalaran moral. Jadi masing-masing konsisten dengan Relativisme, dan dapat dikombinasikan dengan filosofi matematika yang tepat dan terhadap epistemologi agar dapat memberikan perspektif ideologi secara keseluruhan serta suatu sintesis, yang menghasilkan set ketiga. agar bersifat inklusif saya akan mengadopsi semua tiga set nilai, karena masing-masing konsisten dengan

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Metode dan Cara Pengumpulan Data Statistik

Pengumpulan data dapat dilakukan melalui 4 cara yaitu registrasi, sensus, survey, dan eksperimen. Namun, secara umum dalam statistik, dikenal dua cara pengumpulan data yaitu sensus dan survey. Registrasi/pencatatan . Istilah registrasi saat ini lebih kepada pencatatan secara individu melalui berbagai institusi. Misalnya pencatatan penduduk di desa-desa secara terus menerus. Setiap ada warga baru yang tinggal, lahir, maupun meninggal, maka warga yang terlibat atau pun perangkat desa melakukan pencatatan. Cara ini lebih dikenal dengan istilah catatan administrasi. Lembaga-lembaga swasta, banyak yang secara otomatis telah memanfaatkan catatan administrasi sebagai data statistik, seperti contoh pelaporan pasien Rumah sakit & perbankan. Sensus   yaitu cara pengumpulan data secara lengkap, dimana seluruh elemen dalam populasi yang menjadi objek penelitian diselidiki/dicacah satu per satu. Survei yaitu pengumpulan data dimana data yang diselidiki adalah elemen dari p

BAHASA JAWA DAN HARAPAN

Kalau kita semua selama ini dalam berfikir tentang budaya dan bahasa Jawa, bisa dikatakan sangat sederhana, bahkan cenderung kita pandang sebelah mata. mari mulai sekarang kita ubah cara pandang tersebut. Setelah kita semua memahami, kalau didalam budaya Jawa banyak terdapat ilmu pengetahuan dan teknologi yang bisa dikembangkan untuk kemaslahatan orang banyak, pastilah kita akan berusaha untuk mempelajari bahasa Jawa. Karena bahasa Jawa merupakan pintu untuk memasuki atau membuka sebuah “Rumah Besar” yang disebut budaya Jawa tersebut. Setelah cara pandang kita terhadap budaya dan bahasa Jawa lebih komprehensif, pastilah yang kita dapat tidak hanya sebuah pengakuan kearifan lokal atau lokal genius tapi akan ada pengakuan global genius . Sementara itu, ada beberapa kalangan yang berfikir tidak suka budaya dan bahasa Jawa karena dianggapnya ruwet dan terlalu banyak aturan. Padahal harus kita sadari, kalau semakin tinggi suatu peradaban, akan semakin banyak dan detil dalam membuat

6.1. Perluasan Kaidah Menghitung

kaidah perkalian dan kaidah penjumlahan diatas dapat diperluas hingga mengandung lebih dari dua buah percobaan. Jika n buah pecobaan masing- masing mempunyai p 1, p 2 ,……, p n   hasil percobaan yang mungkin terjadi yang dalam hal ini   setiap   p 1 tidak bergantung pada pilihan sebelumnya, maka jumlah hasil percobaan yang mungkin terjadi   adalah: a.        p 1 x p 2 x ….. x p n              untuk kaidah perkalian b.       p 1 + p 2 + ….. + p n          untuk kaidah penjumlahan Contoh 6.8 jika ada sepuluh pertanyaan yang masing-masing bisa dijawab benar atau salah (B atau S) berapakah kemungkinan kombinasi jawaban yang dapat dibuat? Penyelesaian: Andaikan 10 pertanyaan tersebut sebagai 10 buah kotak, masing-masing kotak hanya berisi 2 kemungkinan jawaban, B atau S:   Disini kita menggunkan kaidah perkalian, karena kesepuluh kotak ini harus terisi dengan jawaban B atau S (kotak 1 dan kotak 2dan kotak 3 dan …. D