Langsung ke konten utama

Pendidikan kebudayaan dengan pelajar



Pendidikan tak bisa dilepaskan dari kebudayaan. Melalui budayalah karakter manusia terbentuk. Masuk akal jika dulu, Departemen Pendidikan disatukan dengan kebudayaan, artinya kebudayaan punya kontribusi besar bagi pendidikan dan bukan semata obyek pariwisata. Pemisahan antara pendidikan dan kebudayaan bukan saja menimbulkan persoalan lepasnya kontribusi budaya pada pendidikan, namun juga pada kebudayaan itu sendiri. Saat ini, banyak kebudayaan daerah yang sekarat dan berkutat pada pertanyaan siapa yang akan melestarikan suatu bentuk kebudayaan di generasi selanjutnya.
Mengemas mitologi dan kesenian dari budaya lokal ke dalam pendidikan, bukanlah hal baru. Ki Hadjar Dewantara dengan konsepnya juga bukan satu-satunya yang bicara pentingnya kebudayaan bagi pendidikan. Banyak ilmuwan, filsuf hingga pakar pendidikan melihat pentingnya berbagai artifak budaya yang mengandung nilai-nilai, bagi pendidikan anak. Di sinilah sebenarnya esensi pendidikan. Bukan sekedar standarisasi angka, torehan prestasi atau lembar ijazah. Pendidikan bertujuan membentuk insan-insan berbudaya yang tak hanya cerdas namun memiliki budi pekerti dan paham nilai luhur kehidupan.
Mircea Eliade, filsuf yang memelajari kebudayaan dan mitologi, mengatakan bahwa fungsi terdepan dari mite adalah menghasilkan suatu model yang bisa diberlakukan umum untuk pengajaran perilaku. Mite bahkan bisa memberikan sebuah pengalaman relijius bagi pembacanya. Dengan menceritakan atau mengemas ulang nilai-nilai mitologi, maka anggota dari sebuah pelajar tradisional mampu membawa dirinya pada kekinian tanpa kehilangan keterkaitannya pada akar mitologis yang membantu mendekatkan mereka pada penyingkapan hal-hal yang sifatnya Ilahi.
 Beberapa dampak  ketika pelajar tidak disuguhi pendidikan kebudayaan yaitu munafik, feodal, malas, tidak suka bertanggung jawab, suka gengsi dan prestis, dan tidak suka bisnis, harus dihilangkan dan diganti dengan watak-watak yang baik.
Semangat pelajar yang senang bergotong royong dalam menyelesaikan suatu pekerjaan, bermusyawarah memutuskan cara penyelesaian masalah sudah sangat jarang terlihat. Nilai-nilai kebudayaanpun sudah mulai hilang terlindas oleh kemajuan jaman.
Budaya bangsa yang luntur dan rapuh harus kita kembalikan agar kamelut- kamelut bangsa kita ini menjadi sirna. Untuk mengembalikan kebudayaan bangsa kita yang luntur tentunya diperlukan membuat kesadaran pelajar bahwa budaya bangsa kita adalah harta yang tak ternilai harganya yang dapat mengembalikan negara kita yang penuh dengan ketentraman, ketenangan dan pandangan dunia bahwa bangsa kita adalah bangsa yang selalu menghargai kebudayaan bangsanya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Metode dan Cara Pengumpulan Data Statistik

Pengumpulan data dapat dilakukan melalui 4 cara yaitu registrasi, sensus, survey, dan eksperimen. Namun, secara umum dalam statistik, dikenal dua cara pengumpulan data yaitu sensus dan survey. Registrasi/pencatatan . Istilah registrasi saat ini lebih kepada pencatatan secara individu melalui berbagai institusi. Misalnya pencatatan penduduk di desa-desa secara terus menerus. Setiap ada warga baru yang tinggal, lahir, maupun meninggal, maka warga yang terlibat atau pun perangkat desa melakukan pencatatan. Cara ini lebih dikenal dengan istilah catatan administrasi. Lembaga-lembaga swasta, banyak yang secara otomatis telah memanfaatkan catatan administrasi sebagai data statistik, seperti contoh pelaporan pasien Rumah sakit & perbankan. Sensus   yaitu cara pengumpulan data secara lengkap, dimana seluruh elemen dalam populasi yang menjadi objek penelitian diselidiki/dicacah satu per satu. Survei yaitu pengumpulan data dimana data yang diselidiki adalah elemen dari p

BAHASA JAWA DAN HARAPAN

Kalau kita semua selama ini dalam berfikir tentang budaya dan bahasa Jawa, bisa dikatakan sangat sederhana, bahkan cenderung kita pandang sebelah mata. mari mulai sekarang kita ubah cara pandang tersebut. Setelah kita semua memahami, kalau didalam budaya Jawa banyak terdapat ilmu pengetahuan dan teknologi yang bisa dikembangkan untuk kemaslahatan orang banyak, pastilah kita akan berusaha untuk mempelajari bahasa Jawa. Karena bahasa Jawa merupakan pintu untuk memasuki atau membuka sebuah “Rumah Besar” yang disebut budaya Jawa tersebut. Setelah cara pandang kita terhadap budaya dan bahasa Jawa lebih komprehensif, pastilah yang kita dapat tidak hanya sebuah pengakuan kearifan lokal atau lokal genius tapi akan ada pengakuan global genius . Sementara itu, ada beberapa kalangan yang berfikir tidak suka budaya dan bahasa Jawa karena dianggapnya ruwet dan terlalu banyak aturan. Padahal harus kita sadari, kalau semakin tinggi suatu peradaban, akan semakin banyak dan detil dalam membuat

6.1. Perluasan Kaidah Menghitung

kaidah perkalian dan kaidah penjumlahan diatas dapat diperluas hingga mengandung lebih dari dua buah percobaan. Jika n buah pecobaan masing- masing mempunyai p 1, p 2 ,……, p n   hasil percobaan yang mungkin terjadi yang dalam hal ini   setiap   p 1 tidak bergantung pada pilihan sebelumnya, maka jumlah hasil percobaan yang mungkin terjadi   adalah: a.        p 1 x p 2 x ….. x p n              untuk kaidah perkalian b.       p 1 + p 2 + ….. + p n          untuk kaidah penjumlahan Contoh 6.8 jika ada sepuluh pertanyaan yang masing-masing bisa dijawab benar atau salah (B atau S) berapakah kemungkinan kombinasi jawaban yang dapat dibuat? Penyelesaian: Andaikan 10 pertanyaan tersebut sebagai 10 buah kotak, masing-masing kotak hanya berisi 2 kemungkinan jawaban, B atau S:   Disini kita menggunkan kaidah perkalian, karena kesepuluh kotak ini harus terisi dengan jawaban B atau S (kotak 1 dan kotak 2dan kotak 3 dan …. D