Langsung ke konten utama

Pemerataan Pendidikan di daerah terdepan, terluar, dan tertinggal



A.      LANDASAN HUKUM
Undang-Undang Dasar 1945 adalah merupakan hukum tertinggi di Indonesia. Semua peraturan perundang-undangan yang lain harus tunduk atau tidak boleh bertentangan dengan UUD ini.
Landasan hukum yang berkaitan dengan pemerataan pendidikan di daerah terdepan, terluar, dan tertinggal diantaranya yaitu, Undang-Undang (UU), Peraturan Pemerintah (PP), dan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud).
Ada beberapa pasal-pasal di dalam Undang-Undang Dasar 1945 yang berkaitan dengan pemerataan pendidikan di daerah terdepan, terluar, dan tertinggal ini di antaranya ialah UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pasal 5 ayat (1) menyatakan bahwa “Setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu”, dan pasal 11, ayat (1) menyatakan “Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib memberikan layanan dan kemudahan, serta menjamin terselenggaranya pendidikan yang bermutu bagi setiap warga negara tanpa diskriminasi”.
Selain itu, Peraturan Pemerintah (PP) No.25 Tahun 2005 pasal 3 (a) menyatakan bahwa penetapan kebijakan tentang penerimaan siswa dan mahasiswa dari masyarakat minoritas, terbelakang, dan atau tidak mampu sebagai tanggung jawab daerah. Pemerintah daerah memahami situasi wilayahnya untuk menentukan kebijakan pendidikan terutama pemerataan pendidikan yang menyentuh seluruh lapisan masyarakat. Selain itu juga ada pasal 34 UUD 1945 yang berbunyi bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan dan pengajaran. Artinya, baik anak-anak di daerah perkotaan maupun anak-anak di daerah perbatasan mempunyai hak yang sama, yaitu sama-sama mendapatkan pendidikan yang berkualitas.
Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 mengamanatkan bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan guna meningkatkan kualitas dan kesejahteraan hidupnya. Para pendiri bangsa meyakini bahwa peningkatan taraf pendidikan merupakan salah satu kunci utama mencapai tujuan negara yakni bukan saja mencerdaskan kehidupan bangsa, tetapi juga menciptakan kesejahteraan umum dan melaksanakan ketertiban dunia.

Undang-Undang
1.    UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
2.    UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen.
3.    UU Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi
Peraturan Pemerintah
1.    PP Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru.
2.    PP Nomor 32 Tahun 2013 tentang Perubahan atas PPNomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.
3.    PP Nomor 47 Tahun 2008 Tentang Wajib Belajar
4.    PP Nomor 2 Tahun 2015 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2015—2019
5.    PP No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
1.    Permendikbud Nomor 87 Tahun 2013 tentang Program Pendidikan Profesi Guru Prajabatan.
2.    Permendikbud Nomor 11 Tahun 2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
3.    Permendiknas Nomor 16 Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru.

B.       FAKTA – FAKTA
1.    Papua Kekurangan Guru
Seorang guru mengajar dua kelas sekaligus di ruangan terbuat dari bambu di SD Negeri Girijagabaya, di Kampung Sinarjaya, Muncang, Lebak, Banten. Sebuah sekolah di Banti, desa terdekat dari Tembagapura, Mimika mengalami kekurangan guru. Kondisi ini hanyalah satu dari ratusan sekolah yang kekurangan tenaga pengajar di Papua.
Salah satu guru di SMP Negeri Banti, Sugiyarto, mengungkapkan, di sekolahnya hanya terdapat 5 guru pegawai negeri. Permasalahannya, karena jumlah siswa banyak, dan mata pelajaran SMP diajarkan oleh guru mata pelajaran, jumlah guru di Banti tergolong minim.
"Terkadang untuk mata pelajaran seperti matematika dan olahraga, kami saling merangkap. Harusnya ada sendiri guru matematika, olahraga, dan seni budaya," jelasnya.
Tantangan lain yang dihadapi oleh para guru adalah dorongan orang tua murid yang kurang. Sugiyarto menyebutkan, kerap kali murid tidak masuk dalam hitungan beberapa minggu. Alasannya bervariasi, busa karena ikut ke kampung atau ada acara pernikahan. Belum lagi, lanjutnya, medan yang tergolong sulit semakin menyulitkan akses.
"Padahal kita ada syarat minimal 75 persen presensi. Padahal sama sekali ga ada yang memenuhi. Tapi kami terpaksa menaikkan karena kalau engga ya urusan lagi. Ribut lagi nanti. Itulah rendahnya dorongan orang tua," katanya.
Untuk merekrut guru honorer sendiri, kata Sugiyarto, butuh dana lebih dari sekolah. Sedangkan, dengan kondisi ekonomi siswa, maka sekolah kesulitan mendapat tambahan dana. Sugiyarto berharap pemerintah daerah Mimika bisa mengirim lagi guru pegawai negeri ke sekolahnya.
SMP Negeri Banti sendiri satu gedung dengan SD Inpres Banti. Mulai dari lahan, gedung, hingga perumahan guru, semua dibangun oleh PT Freeport Indonesia. Lokasi yang berdekatan dengan penambangan tembaga dan emas milik Freeport, membuat perusahaan yang berinduk di AS ini turut menyalurkan bantuan.
PT Freeport juga mendirikan sebuah Rumah Sakit gratis tepat di samping sekolah. Kurang lebih ada 275 kepala keluarga yang menempati Kampung Banti. Mayoritas penduduk di Banti masuk dalam Suku Amungme, di samping beberapa suku lain dengan jumlah lebih kecil.


A.      SOLUSI MASALAH
Untuk mengatasi masalah yang terjadi mengenai pemerataan pendidikan di daerah terluar, terdepan, dan tertinggal, secara garis besar ada beberapa solusi yang dapat diberikan, yaitu:
1.    Pemerintah wajib untuk melaksanakan pemerataan di bidang pendidikan baik itu di perkotaan ataupun di daerah 3T sesuai yang telah tercantum dalam UU.
2.    Pendidikan tidak harus dibangun dengan biaya yang mahal, tetapi sekolah bisa membuat badan amal usaha yang menjadi ruh/biaya operasional pendidikan lebih-lebih tanpa melibatkan pembiayaan kepada siswa. Kalaupun siswa dikenai biaya itupun harus disesuaikan dengan tingkat pendapatan orang tua.
3.    Pemerintah hendaknya mempunyai komitmen untuk mendistribusikan bantuan pendidikan (Imbal Swadaya, Block Grant, dll) kepada sekolah sesuai dengan kuintasi yang dicairkan dan jangan sampai bantuan yang diberikan oleh pemerintah terhenti di tingkat birokrasi.
4.    Pemerintah memberikan reward yang menarik agar memotivasi para guru yang profesional untuk dapat mengaar di daerah-daerah terpencil karena mereka sangat berperan dalam pemerataan pendidikan dan mengurangi angka putus sekolah.
5.    Sebaiknya mahasiswa yang belajar di fakultas pendidikan yang nantinya akan menjadi seorang guru kelak bersedia ditempatkan di daerah-daerah terpencil guna meningkatkan pendidikan di sana.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Metode dan Cara Pengumpulan Data Statistik

Pengumpulan data dapat dilakukan melalui 4 cara yaitu registrasi, sensus, survey, dan eksperimen. Namun, secara umum dalam statistik, dikenal dua cara pengumpulan data yaitu sensus dan survey. Registrasi/pencatatan . Istilah registrasi saat ini lebih kepada pencatatan secara individu melalui berbagai institusi. Misalnya pencatatan penduduk di desa-desa secara terus menerus. Setiap ada warga baru yang tinggal, lahir, maupun meninggal, maka warga yang terlibat atau pun perangkat desa melakukan pencatatan. Cara ini lebih dikenal dengan istilah catatan administrasi. Lembaga-lembaga swasta, banyak yang secara otomatis telah memanfaatkan catatan administrasi sebagai data statistik, seperti contoh pelaporan pasien Rumah sakit & perbankan. Sensus   yaitu cara pengumpulan data secara lengkap, dimana seluruh elemen dalam populasi yang menjadi objek penelitian diselidiki/dicacah satu per satu. Survei yaitu pengumpulan data dimana data yang diselidiki adalah elemen dari p

BAHASA JAWA DAN HARAPAN

Kalau kita semua selama ini dalam berfikir tentang budaya dan bahasa Jawa, bisa dikatakan sangat sederhana, bahkan cenderung kita pandang sebelah mata. mari mulai sekarang kita ubah cara pandang tersebut. Setelah kita semua memahami, kalau didalam budaya Jawa banyak terdapat ilmu pengetahuan dan teknologi yang bisa dikembangkan untuk kemaslahatan orang banyak, pastilah kita akan berusaha untuk mempelajari bahasa Jawa. Karena bahasa Jawa merupakan pintu untuk memasuki atau membuka sebuah “Rumah Besar” yang disebut budaya Jawa tersebut. Setelah cara pandang kita terhadap budaya dan bahasa Jawa lebih komprehensif, pastilah yang kita dapat tidak hanya sebuah pengakuan kearifan lokal atau lokal genius tapi akan ada pengakuan global genius . Sementara itu, ada beberapa kalangan yang berfikir tidak suka budaya dan bahasa Jawa karena dianggapnya ruwet dan terlalu banyak aturan. Padahal harus kita sadari, kalau semakin tinggi suatu peradaban, akan semakin banyak dan detil dalam membuat

6.1. Perluasan Kaidah Menghitung

kaidah perkalian dan kaidah penjumlahan diatas dapat diperluas hingga mengandung lebih dari dua buah percobaan. Jika n buah pecobaan masing- masing mempunyai p 1, p 2 ,……, p n   hasil percobaan yang mungkin terjadi yang dalam hal ini   setiap   p 1 tidak bergantung pada pilihan sebelumnya, maka jumlah hasil percobaan yang mungkin terjadi   adalah: a.        p 1 x p 2 x ….. x p n              untuk kaidah perkalian b.       p 1 + p 2 + ….. + p n          untuk kaidah penjumlahan Contoh 6.8 jika ada sepuluh pertanyaan yang masing-masing bisa dijawab benar atau salah (B atau S) berapakah kemungkinan kombinasi jawaban yang dapat dibuat? Penyelesaian: Andaikan 10 pertanyaan tersebut sebagai 10 buah kotak, masing-masing kotak hanya berisi 2 kemungkinan jawaban, B atau S:   Disini kita menggunkan kaidah perkalian, karena kesepuluh kotak ini harus terisi dengan jawaban B atau S (kotak 1 dan kotak 2dan kotak 3 dan …. D