Bila suatu bangsa diibaratkan pohon dan budaya adalah
akarnya. Sedangkan kalau pohon itu dicabut beserta akarnya, setelah itu ditanam
kembali dengan keadaan tanpa akar atau diganti dengan akar lain, pasti pohon
tersebut tidak akan tumbuh dengan sempurna atau bahkan akan layu dan
mati.
Ki Hadjar Dewantara :“Dan pertjajalah, saudaraku
semua, selama kita merendahkan bahasa kita, seni kita, keadaban kita,
djanganlah kita mengharap akan dapat mendjauhkan anak-anak kita dari
keinginannya hidup seperti Belanda-polan. Sebaliknya kalau anak-anak kita
dapat kita didik sebagai anak-anak bangsa kita, agar djiwanya bersifat nasional
dan mereka itu dapat kembali dan memegang kultur bangsa awak, jang sedjak
abad jang lalu sudah tidak hidup lagi dalam dunia kita, karena hidup kita
seolah-olah hidup dalam penghambaan, pertjajalah bahwa mereka itu akan merasa
puas sebagai anak Indonesia”. Dan kalau kita sudah membangkitkan pula
hidup kebangsaan kita, tentulah alat-alat penghidupan asing yang berfaedah
sadjalah jang kita ambil. Karena kita tidak lagi mabuk cinta, dan peribahasa
“Cinta itu buta” tidak lagi mengenai diri kita. Akhirnya kita lalu dapat
memilih dengan fikiran dan rasa yang jernih.
Dengan hilangnya budaya dan bahasa jawa merupakan
hilangnya jati diri yang membentuk budi pekerti suatu bangsa serta hilangnya
ilmu pengetahuan dari suatu bangsa yang seharusnya bisa bermanfaat untuk
kemakmuran dan kejayaan bangsa tersebut. Karena untuk menghancurkan sebuah
bangsa tidak harus dengan kekuatan militer yang lengkap serta canggih
persenjataanya, tetapi dengan dihancurkannya budaya dari suatu bangsa akan
hancur pula bangsa tersebut.
Komentar
Posting Komentar