Dalam hal
ini sangat perlu kita membuka wawasan dan memberi pengertian pada seluruh
komponen bangsa, tentang ilmu pengetahuan dan teknologi budaya Jawa (Javanologi)
yang bermanfaat dan bisa membawa kejayaan serta kemakmuran. Karena selama ini
kita terlena dan tidak peduli, sehingga saat ini banyak ilmu pengetahuan dan
teknologi budaya Jawa yang telah diambil alih atau hak patentnya telah dimiliki
oleh bangsa atau negara lain, diantaranya :
- Tempe hak patent ada pada Jepang.
- Salah satu perangkat Gamelan (Gong) untuk pengobatan penyakit akut dan kronis dimiliki Bernadette de maele dari Belgia.
- Berbagai jenis varietas padi Jawa dimiliki oleh beberapa negara lain. Padahal padi Jawa memiliki kandungan vitamin, mineral dan karbohidrat seimbang, sedangkan beras yang kita komsumsi saat ini lebih dominan kandungan karbohidrat. Sehingga akhir-akhir ini masyarakat kita banyak yang mengidap penyakit kencing manis, keropos tulang, asam urat, dll. Karena dalam karbohidrat banyak kandungan zat gula, sedangkan kandungan vitamin dan mineral sangat kurang.
- Dan masih banyak lagi ilmu pengetahuan dan tekhnologi budaya Jawa yang diambil alih atau diklaim negara lain karena masyarakat dan pemerintah (pemegang kebijakan) tidak memiliki kepedulian secara maksimal, termasuk beberapa waktu yang lalu Reog diklaim Malaysia.
Beberapa
waktu lalu ada wacana di berbagai media, supaya Kemendiknas (Dept. P
& K) tidak begitu mudah memberi gelar “Profesor” dan kalau perlu
gelar “Profesor” yang sudah disandang orang sebagian dicabut. Bila
seseorang yang akan mendapat atau yang sudah menyandang gelar
“Profesor” tersebut tidak mampu menemukan sesuatu (ilmu pengetahuan
dan tehnologi) yang bermanfaat dan mempengaruhi hajat hidup orang banyak,
jadi tidak hanya pembacaan “Desertasi Ilmiah” yang hanya dibacakan
di Kampus saja, tetapi tidak “Aplikatif” di kehidupan masyarakat umum.
Sebenarnya wacana ini cukup bagus, tapi tidak tahu mengapa wacana ini tidak
bersambut atau berkembang, malah sekarang wacana ini hilang bagai ditelan
angin.
Mulai kapan
adanya deviasi atau terputusnya transformasi Iptek budaya Jawa, tentu hal ini
yang terpikir dibenak kita semua. Beberapa kalangan pengarang sastra Jawa
berpendapat , kita tidak perlu risau dan cemas akan nasib bahasa Jawa, karena
bahasa Jawa pasti akan tetap ada, hanya saja berubah bentuk. Bahasa
Jawa kuno/kawi, bahasa Jawa madya/tengahan, bahasa Jawa anyar dan nanti
menjadi bahasa “Jawa Modern”. Pendapat atau pemikiran ini tidak salah,
karena hanya berdasarkan pada sisi bahasa dan sastra, tetapi bagaimana
dengan masalah “Transformasi Budaya” yang di dalamnya berisi
berbagai ilmu pengetahuan dan tehnologi….? Barangkali yang terjadi adalah
terpuruknya bangsa ini. Karena seperti yang kita ketahui dalam sejarah,
dari Jawa Kuno (Kawi) ke Jawa Madya (tengahan) masih ada
kesinambungan “Transformasi Budaya” sehingga bangsa kita pada masa
itu masih tercatat di dunia dengan sejarah-sejarah dan bukti sejarah yang
monumental, karena perubahan transpormasi budaya tidak terlalu jauh atau
terputus. Pada masa pemakaian bahasa Jawa madya (kira-kira abad 13-15), bahasa
Jawa Kuno (Kawi) masih banyak atau sering dipergunakan, serta pemahamannya
masih kuat.
Tetapi
ketika perubahan dari bahasa Jawa Madya ke bahasa Jawa Anyar
(kira-kira abad 15-20) nampaknya “Transformasi Budaya”
tidak berjalan dengan baik atau barangkali malah terputus sama sekali, sehingga
bangsa kita mengalami keterpurukan dan kehancuran yang amat sangat. Sedangkan
kemajuan ilmu pengetahuan dan tehnologi dunia cukup pesat, khususnya dunia
Barat yang setelah mengalami masa kegelapan abad 12-14 dan mereka mengalami
masa kejayaan mulai abad 16-17 sampai sekarang.
Komentar
Posting Komentar