Judul : Kasus Penyimpangan Pemerintah Terhadap
Nilai-nilai Pancasila
Oleh : Nurlia Hidayat. Senin, 30 Maret 2015
http://googleweblight.com/?lite_url=http://nurlia1710k.blogspot.com/2015/03/kasus-penyimpangan-pemerintah-terhadap.html?m%3D1&ei=MH8K2XKg&lc=id-ID&geid=7&s=1&m=227&ts=1444530397&sig=APONPFkaWY9924ZcoOiWav_v_aiQMAus3w
Pemerintah adalah sekelompok orang
yang memiliki kekuasaan untuk memerintah, atau lebih simple lagi adalah
orang-orang yang memberikan perintah. Lalu apabila kita melihat judul di atas,
pantaskah orang-orang yang sedang duduk di pemerintahan masih kita sebut
pemerintah. Bagaimana seseorang akan memeritah rakyat untuk mengamalkan
nilai-nilai pancasila jika pemerintahnya sendiri melanggarnya.
Mengingat kejadian 30 November 1998
“Amuk Massa di Kupang” yaitu bentrok antara warga muslim dan Kristen. Momentum
di mana kecemburuan tersebut mendapat ekspresinya lewat idiom agama. Lalu Bom
Bali 2002, lalu serangkaian kerusuhan yang terjadi di Poso, Sulawesi tengah
yang melibatkan kelompok muslim dan Kristen. Dari rentetan kejadian di atas
membuktikan terjadinya penyimpangan pemerintah terhadap nilai ketuhanan
(pengakuan akan kebebasan beragama, menghormati kemerdekaan beragama, dan tidak
diskriminatif antar umat).
Nilai kemanusiaan yang adil dan
beradab mengandung arti kesadaran sikap dan perilaku sesuai nilai-nilai moral
dalam hidup. Namun seperti halnya sila ke satu, telah terjadi peristiwa yang
bisa dikatakan sebagai pelanggaran. seperti Tragedi Trisakti 12 Mei 1998, lalu
hutang ciptakan ketidakadilan bagi rakyat miskin (rakyat miskin pembayar pajak
seakan dipaksa menyubsidi pengusaha kaya BLBI ), tragedi kemanusiaan etis
tionghoa (13-15 Mei 1998) yang menyisakan banyak korban namun taka ada
pertanggungjawaban pemerintah hingga saat ini.
Taukah kalian tentang Organisasi
Papua Merdeka (OPM) sebuah gerakan nasionalisme 1965, yang bertujuan untuk
mewujudkan kemerdekaan Papua bagian barat dari pemerintahan Indonesia, lalu
lepasnya Timor Timur dari Indonesia. Hal ini benar-benar menjadi saksi nyata
bahwa sila ke tiga “Pesatuan Indonesia” masih diragukan keberadaannya masa itu.
Meskipun pada dasarnya sila ini benar-benar menyatukan kita di setiap
keanekaragaman yang ada.
Ulah memalukan para wakil rakyat
yang seharusnya berjuang untuk rakyat, malah adu jotos di depan kamera seperti
tak pernah masuk dalam dunia pendidikan, hukuman antara koruptor dan pencuri
kakao dan semangka. Sungguh memilukan para wakil rakyat yang tak mampu menjaga
amanah, membua rakyat semakin cemas akan sila keempat.
Mari kita lihat kemiskinan di
Indonesia, ketimpangan dalam pendidikan di Indonesia, ketimpangan dalam pelayanan
kesehatan dan lain-lain. Puluhan kali pemerinah mengatakan ada kesamaan derajat untuk menerima pelayanan
kesehatan dan mengenyam pendidikan. Namun tak jarang kita lihah kesenjangan sosial
di Negara tercinta ini.
Dari seiap masalah yang ada seharusnya
pemerintah secara cakap membenahi tata cara berperilaku dalam melaksankan
pemerintahan, serta melaksanakan nilai pancasila dengan sebaik-baiknya. Karena
pemerintah adalah contah bagi rakyanya.
Komentar
Posting Komentar