Pendekatan kajian sastra terbagi ke
dalam dua cabang, yakni pendekatan instrinsik (bertolak dan bertumpu pada
struktur karya sastra sebagai teks yang otonom) dan pendekatan ekstrinsik
(bertolak dan bertumpu pada hal-hal di luar karya sastra). Dikatakan Wellek dan
Warren (1993: 157-158) seharusnya penelitian sastra bertolak dari analisis dan
interpretasi karya sastra. Konsentrasi penelitian pertama-tama dan paling utama
harus ditujukan terhadap karya sastra itu sendiri.
Dalam pada itu sebagai fakta sastra,
karya sastra selalu menyiratkan adanya pencipta (pengarang), buku (karya
sastra), dan publik pembaca (masyarakat). Setiap fakta sastra merupakan bagian
dari sirkuit yang erat berhubungan. Dengan alat transmisi komplek, karya sastra
mengaitkan individu-individu yang jelas definisi dan namanya (pengarang) pada
suatu kolektivitas yang dapat dikatakan anonim (publik pembaca) (Escarpit,
2005:3).
Sementara itu menurut Eliot
(1972:73) Kritik dan apresiasi terhadap puisi harus diarahkan ke puisi, bukan
ke penyair, “Honest criticism and sensitive appreciation are directed not upon
the poet but upon poetry.” Pemikiran yang sama juga dikemukakan Richards
menolak semua informasi di luar teks – tak ada pengarang, periode, atau
komentar tambahan – dan meminta mahasiswa (dan para tutor) memahami puisi
dengan sama sekali mengelupas konteksnya (Bertens, 2001:15).
Pengajaran puisi di perguruan tinggi
pun, sebagaimana tampak pada buku-buku pengantar kajian puisi, kemudian
terfokus pada perangkat puitik (poetic
devices) seperti perangkat bunyi (sound
devices) dan perangkat arti (sense
devices). Buku-buku tentang pengantar kajian puisi itu biasanya berisi
penjelasan perangkat-perangkat itu dan penerapannya dalam analisis puisi.
Analisis terhadap perangkat-perangkat itu untuk mengungkapkan nada (tone) dan kemudian tema. Pembacaan
semacam ini disebut pembacaan modernis (Easthope, 1991:13).
Komentar
Posting Komentar