Dalam perkembangan kesusastraan
Indonesia puisi menjadi salah satu karya sastra yang paling tua dan telah lama
dikenal bahkan digemari masyarakat pembacanya sampai saat ini. kenyataan ini
dapat dilihat bahwa hampir seluruh masyarakat mengenal istilah pantun sebagai
bagian dari puisi lama bahkan tidak sedikit yang dapat menggunakannya. Pantun
digunakan masyarakat baik hanya sekedar untuk berbasa-basi saat mengawali atau
mengakhiri pembicaraan dalam sebuah kegiatan maupun digunakan sebagai ajang
bermain kata-kata. Namun, saat ini puisi telah mengalami perkembangannya yang
cukup pesat. Banyak penyair-penyair baru hadir meramaikan dunia sastra
khususnya dibidang puisi.
“Sastra sebagai cerminan
masyarakatnya” menjadi ungkapan yang kerap kali didengar dan dibicarakan di
forum-forum diskusi sastra ataupun di ruang-ruang formal perkuliahan. Puisi
sebagai salah satu karya sastra yang termasuk di dalamnya. Puisi sebagai cara
pandang pengarang dalam mengekspresikan pengalaman-pengalamannya menjadi bentuk
lain yang berbeda dari prosa dan drama. Puisi banyak menyuguhkan
pengalaman-pengalaman penyairnya melalui simbol-simbol bahasa puitik, sehingga
diperlukan pemahaman yang cukup memadai terkait kosakata-kosakata dalam
kegiatan berbahasa. Pengalaman-pengalaman yang dituangkan penyair dalam
karyanya dapat berupa pengalaman fisik maupun metafisik yang telah dialaminya.
Puisi tidak lahir dari kekosongan budaya, puisi akan selalu terkait dengan
keberadaan penulisnya, masyarakatnya, budaya serta sejarah yang melatarinya.
Oleh karena itu, puisi menjadi menarik untuk dikaji sebab simbol-simbol bahasa
yang terkandung di dalamnya dapat mencerminkan kebudayaan yang melahirkan
bahasanya.
Puisi sebagai bentuk pengalaman
kedua yang terlahir melalui pergolakan batin pengarang terhadap sejumlah
pengalaman-pengalaman yang telah dilaluinya. Sekaitan dengan hal itu, puisi
menjadi karya yang agung yang selalu menghadirkan sisi bentuk kehidupan baru
penuh syarat akan nilai-nilai kehidupan di dalamnya yang mencerminkan ideologi
penulisan puisi tersebut. Sehingga ketajaman batin dan kemampuan pemahaman
interpretasi bahasa pembacanya pun menjadi hal yang penting untuk diperhatikan
dalam memahami isi puisi secara keseluruhan.
Menurut Arnold kebudayaan adalah “the best which has been thought and said in
the world” yang merupakan nilai universal. Selanjutnya Arnold juga
mengatakan yang paling baik yang telah dipikirkan dan dikatakan di dunia ini
terdapat dalam puisi sehingga orang harus berpaling ke puisi. Arnold menyatakan
puisi dapat menggantikan filsafat dan agama, “More and more mankind will discover that we have to turn to poetry to
interpret life, to console us, to sustain us. Without poetry, our science will
appear incomplete; and most of what passes with us for religion and philosophy
will be replaced by poetry (Arnold, 1994:7). Puisi dikarang oleh manusia
agung (sovereign individual) oleh
karena itu nilai-nilai yang dikemukakannya pun merupakan nilai-nilai yang agung
yang melampaui batas-batas tempat dan waktu (Bertens, 2001:2). Pandangan semacam ini berakar pada humanisme
universal yang melihat manusia sebagai pribadi yang mandiri yang dibentuk oleh
pengalaman pribadinya (Bertens, 2001:6).
Sementara itu, pengajaran puisi di
perguruan tinggi, sebagaimana yang dapat dibaca pada buku-buku pengantar kajian
puisi, disadari atau tidak mengacu pada teori puisi (sastra) tertentu.
Pengajaran puisi dengan fokus unsur-unsur struktur puisi dengan tujuan
mengungkap tema itu dapat dirunut ke belakang ke Understanding Poetry oleh Cleanth Brooks dan Robert Penn Waren
(1938). Pengajaran puisi semacam itu mengacu ke “Practical Criticism” atau “New
Criticism” yang merupakan penjabaran pandangan budaya tinggi yang berakar
pada konsepsi kebudayaan Mathew Arnold (Mugijatna, 2013:243).
Kumpulan puisi Anak Kabut karya Soni Farid Maulana sarat akan makna dan kental
dengan budaya yang dihadirkan di dalam puisi-puisinya. Soni Farid Maulana cukup
lihat dalam memainkan simbol-simbol bahasa ke dalam sebuah teks, sehingga isi
puisi-puisinya sangat menarik untuk dikaji melalui teori semiotik puisi dari
Reffaterre. Latar belakang itulah yang melandasi penulis untuk meneliti
puisi-puisi Soni Farid Maulana dalam buku kumpulan puisinya Anak Kabut. Penelitian ini juga mencoba
mengeksplorasi kemungkinan pengajaran puisi berdasarkan teori semiotika puisi
Reffaterre, sebab teori tersebut menjadi tidak asing lagi bagi sarjana sastra
di Indonesia. Paling tidak, Rachmat Djoko Pradopo telah membahas teori tersebut
dalam bukunya Beberapa Teori Sastra, Metode Kritik, dan Penerapannya (Pradopo,
2005). Dengan teori tersebut pengkajian puisi tidak terhenti pada analisis
perangkat puisi puitik saja, melainkan dapat sampai pada latar belakang
sosial-budaya dan ideologi penyairnya.
Komentar
Posting Komentar