Kalau kita
semua selama ini dalam berfikir tentang budaya dan bahasa Jawa, bisa dikatakan
sangat sederhana, bahkan cenderung kita pandang sebelah mata. mari mulai
sekarang kita ubah cara pandang tersebut. Setelah kita semua memahami, kalau
didalam budaya Jawa banyak terdapat ilmu pengetahuan dan teknologi yang bisa
dikembangkan untuk kemaslahatan orang banyak, pastilah kita akan berusaha untuk
mempelajari bahasa Jawa. Karena bahasa Jawa merupakan pintu untuk memasuki atau
membuka sebuah “Rumah Besar” yang disebut budaya Jawa tersebut. Setelah cara
pandang kita terhadap budaya dan bahasa Jawa lebih komprehensif, pastilah yang
kita dapat tidak hanya sebuah pengakuan kearifan lokal atau lokal genius
tapi akan ada pengakuan global genius.
Sementara
itu, ada beberapa kalangan yang berfikir tidak suka budaya dan bahasa Jawa
karena dianggapnya ruwet dan terlalu banyak aturan. Padahal harus kita sadari,
kalau semakin tinggi suatu peradaban, akan semakin banyak dan detil dalam
membuat aturan. Hal ini juga merupakan bukti kalau budaya dan bahasa Jawa
sangat tinggi nilai peradabannya. Seorang peserta Konggres Bahasa Jawa III dari
Inggris pernah mengungkapkan hal ini, terkait kekagumannya terhadap budaya dan
bahasa Jawa.
Sekarang
bagaimana kita mau meningkatkan pemahaman dan pemikiran tentang budaya dan
bahasa Jawa di masyarakat umum. Walaupun saat ini banyak diantara kita yang
sudah tidak mampu lagi memakai dan menuturkan bahasa Jawa yang baik dan benar.
Barangkali cara ini bisa dipakai, yaitu :
- Cara pandang terhadap bahasa dan budaya Jawa harus lebih komprehensif.
- Tidak negative thingking (buruk sangka) terhadap budaya dan bahasa Jawa.
- Pengakuan global genius, sehingga mempelajari budaya dan bahasa Jawa merupakan suatu hal yang penting dan membanggakan.
- Ada kesadaran penuh, bila mau mempelajari budaya dan bahasa bangsa lain, kita harus mampu menguasai budaya dan bahasa Jawa terlebih dahulu.
Sehingga
budaya dan bahasa asing hanya melengkapi apa yang kita tidak punya, tetapi
tidak mengubah warna dari budaya atau jatidiri bangsa kita. Semoga setelah ini, “Budaya dan Bahasa Jawa Tidak Lagi Menangis Di Simpang
Jalan”, karena masyarakatnya sudah menemukan jatidiri atau jalan yang
tepat kemana harus melangkah dan menentukan pilihan dalam hidup dan kehidupan.Selain
beberapa langkah tersebut diatas, ada cara lain untuk mempelajari bahasa Jawa,
khususnya untuk para pemula, yaitu :
Penyederhanaan
“Undho - Usuk” bahasa Jawa, karena selama ini banyak generasi muda
enggan mempelajari dan memakai bahasa Jawa dengan alasan ruwet disebabkan
banyaknya tingkatan (Undho – usuk) dalam bahasa Jawa. Barangkali untuk
tingkat pemula cukup dengn istilah “krama andap dan krama inggil”. Contoh :
1.
Krama Andap : nyaosi, nyuwun, nyuwun
priksa.
2.
Krama inggil : maringi, mundhut,
ndhangu.
Sedangkan dalam pemakaiannya krama andap untuk diri sendiri dan krama inggil untuk lawan bicara terutama orang yang dihormati.
Sedangkan dalam pemakaiannya krama andap untuk diri sendiri dan krama inggil untuk lawan bicara terutama orang yang dihormati.
Bahasa
Janesia : kata Janesia berasal dari kata
Jawa-Indonesia, mengenai bahasa Janesia ini awalnya dimunculkan oleh
Almarhum Bapak Soebroto, SH (Ketua Umum LP3BJ & ORMAS Raket Prasaja,
1999-2004). Bahasa Janesia barangkali bisa disebut juga dengan bahasa Jawa
Modern, tetapi ada beberapa prinsip pokok antara lain :
1. Kata kerja
memakai bahasa jawa, krama andhap atau krama inggil.
2. Kandungan
falsafah cukup dominan.
Tetapi
bahasa Janesia tidak bisa menjadi pintu untuk membuka ilmu pengetahuan dan
tekhnologi budaya Jawa secara komprehensif seperti pada masa kejayaan leluhur
kita dulu. Bahasa Janesia hanya merupakan alternatif dalam perubahan dinamika
bahasa Jawa untuk penanaman etika atau tatakrama pada generasi muda. Sehingga
dalam langkah selanjutnya tetap harus mempelajari bahasa Jawa yang baik dan
benar.
Komentar
Posting Komentar