Jati Diri
berasal dari kata Sejati dan Diri (pribadi). Jatidiri berarti merupakan suatu
kesatuan dari suatu kehidupan sebuah Diri (pribadi) yang Sejati, yang tidak
berpura-pura atau meniru dari Diri (pribadi) lain. Sehingga yang dimaksud Jatidiri
bangsa Nusantara adalah suatu warna kehidupan yang betul-betul (sejati) dari
budaya yang ada di Nusantara ini, tidak bersifat pura-pura atau meniru warna
kehidupan lain. Entah dari Eropa, Timur Tengah, India ataupun Cina.
Hai Manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku, supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Alloh ialah orang yang paling bertaqwa diantara kamu. Sesungguhnya Alloh maha mengetahui lagi maha mengenal. (QS. 49:13)
Hai Manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku, supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Alloh ialah orang yang paling bertaqwa diantara kamu. Sesungguhnya Alloh maha mengetahui lagi maha mengenal. (QS. 49:13)
Al Quran
adalah firman Alloh yang mengandung nilai-nilai filosofi tinggi, Sehingga
maksud dari “supaya saling kenal-mengenal” tidaklah sekedar kenalan nama,
tetapi meliputi saling kenal-mengenal “Jatidiri Bangsa atau Nations Caracters
Building”.
Beberapa
bangsa atau negara besar di dunia, yang memiliki dan memegang teguh Jatidiri
bangsanya antara lain : Inggris, Cina, Jepang, Jerman, Dll. Bahkan demi
menelusuri dan mencari Jatidiri bangsa, Jerman menghabiskan biaya yang sangat
besar, sampai didapat kepastian Jatidiri bangsa Jerman adalah bangsa Aria.
Sedangkan
kalau suatu bangsa mengingkari Jati Diri Bangsanya, ternyata keterpurukan dan
kehancuran yang terjadi. Bangsa atau Negara di Dunia ini yang mengingkari Jati
Diri Bangsa dan mengalami keterpurukan antara lain :
- Pakistan sebenarnya Bangsa India tapi lebih cenderung Arabansi.
- Irak sebenarnya bangsa Persia tapi lebih cenderung Arabansi.
- Turki sebenarnya Bangsa Arab tapi lebih cenderung Eropaansi.
- Yugoslavia sebenarnya Bangsa Balkan terpecah : Bosnia cenderung Arabansi dan Serbia cenderung Eropaansi.
- Dll.
Maha Benar Allah
dengan segala Firman-Nya ! Karena
itulah Bung Karno menyerukan pada Bangsa Indonesia dengan istilah Nations Carakters
Building dan Trisakti :
- Berdaulat di bidang Politik.
- Berdikari di bidang Ekonomi.
- Berkepribadian di bidang Budaya.
Saat ini
Bangsa Indonesia sedang mengalami berbagai keterpurukan karena tidak memegang
teguh Jatidiri bangsa (Nations Carakters Building). Jatidiri bangsa dan budaya
bangsa adalah dua sisi mata uang yang tidak mungkin terpisahkan karena
indikator “Jatidiri Bangsa adalah Budaya Bangsa”. Banyak orang Indonesia yang
tidak Indonesia, banyak orang Jawa yang tidak Jawa.
Semua ini
menggambarkan keterpurukan atau hancurnya bangsa kita bukan karena serangan
bangsa atau negara lain dengan kekuatan militer yang lengkap serta canggih
persenjataannya, tetapi dikarenakan hilangnya budaya dan bahasa Jawa sebagai
jatidiri bangsa di Nusantara ini.
Bagi kita yang beragama Islam khususnya Penulis merasa diingatkan, dibangunkan dari tidur panjang dan sangat setuju dengan kata – kata tokoh pak Yoga ( Anwar Fuady) dalam sinetron “Kiamat Sudah Dekat” di Sutradarai, Dedy Miswar. Ditayangkan oleh SCTV beberapa tahun yang lalu. Alur cerita sinetron tersebut sangat rasional dan menyentuh hati nurani, sampai – sampai presiden Susilo Bambang Yudoyono juga ikut tersentuh hatinya. Pak Yoga berkata “ Apa hak orang Islam masuk surga ? sementara mereka tidak pernah ikut memajukan dan memakmurkan dunia”. Menurut Penulis, kata – kata tersebut juga cocok ditujukan pada orang Indonesia secara umum khususnya orang Jawa, jadi tidak hanya untuk orang Islam saja. Karena selama ini, kita hanya sebagai penonton dan pemakai dari berbagai ilmu pengetahuan dan tehnologi. Dalam sinetron tersebut juga memunculkan jati diri bangsa, pak Haji (Dedy Miswar) sangat kental dengan nuansa Betawi, mulai pakaian, makanan, cara bicara, panggilannya, cara berpakaian, atribut, dll. Di sinetron ini Dedy Miswar nampaknya ingin memunculkan kesan bahwa orang Islam di Indonesia tidak harus Arabansi, tetapi tetap mempunyai jati diri dengan budaya bangsanya sendiri. Seperti halnya candi Borobudur (maupun candi lain) bukanlah budaya agama Budha murni, tetapi candi Borobudur adalah merupakan budaya bangsa kita (Jawa), secara kebetulan saja pemimpin kerajaan pada masa itu penganut agama Budha. Orang Jawa masa itu mampu mempunyai dan mewujudkan jati diri dengan budaya bangsanya sendiri tanpa harus Indiaansi walaupun agama Budha atau Hindhu berasal dari India. Kalau suatu budaya berinteraksi dan berakulturasi dengan budaya lain adalah sesuatu yang wajar serta dinamis, tetapi bukan berarti kita harus kehilangan jati diri atau identitas sebagai suatu bangsa yang besar dengan segala kebesarannya.
Bagi kita yang beragama Islam khususnya Penulis merasa diingatkan, dibangunkan dari tidur panjang dan sangat setuju dengan kata – kata tokoh pak Yoga ( Anwar Fuady) dalam sinetron “Kiamat Sudah Dekat” di Sutradarai, Dedy Miswar. Ditayangkan oleh SCTV beberapa tahun yang lalu. Alur cerita sinetron tersebut sangat rasional dan menyentuh hati nurani, sampai – sampai presiden Susilo Bambang Yudoyono juga ikut tersentuh hatinya. Pak Yoga berkata “ Apa hak orang Islam masuk surga ? sementara mereka tidak pernah ikut memajukan dan memakmurkan dunia”. Menurut Penulis, kata – kata tersebut juga cocok ditujukan pada orang Indonesia secara umum khususnya orang Jawa, jadi tidak hanya untuk orang Islam saja. Karena selama ini, kita hanya sebagai penonton dan pemakai dari berbagai ilmu pengetahuan dan tehnologi. Dalam sinetron tersebut juga memunculkan jati diri bangsa, pak Haji (Dedy Miswar) sangat kental dengan nuansa Betawi, mulai pakaian, makanan, cara bicara, panggilannya, cara berpakaian, atribut, dll. Di sinetron ini Dedy Miswar nampaknya ingin memunculkan kesan bahwa orang Islam di Indonesia tidak harus Arabansi, tetapi tetap mempunyai jati diri dengan budaya bangsanya sendiri. Seperti halnya candi Borobudur (maupun candi lain) bukanlah budaya agama Budha murni, tetapi candi Borobudur adalah merupakan budaya bangsa kita (Jawa), secara kebetulan saja pemimpin kerajaan pada masa itu penganut agama Budha. Orang Jawa masa itu mampu mempunyai dan mewujudkan jati diri dengan budaya bangsanya sendiri tanpa harus Indiaansi walaupun agama Budha atau Hindhu berasal dari India. Kalau suatu budaya berinteraksi dan berakulturasi dengan budaya lain adalah sesuatu yang wajar serta dinamis, tetapi bukan berarti kita harus kehilangan jati diri atau identitas sebagai suatu bangsa yang besar dengan segala kebesarannya.
Saat ini
karena banyak diantara kita yang sudah kehilangan Jati diri, akhirnya banyak
yang tega menjual dan mengekploitasi Tanah Air, Bangsa dan Negara kepada Bangsa
dan Negara lain demi sesuap nasi yang dilahap sesaat. Semua itu dibungkus
dengan warna Agama, Politik, Ekonomi, dll. Akhirnya Bangsa ini (TKW/TKI),
Kekayaan Negara (pertambangan, perkebunan, hutan), Kekayaan Intelektual,
Sosial-Budaya, semua habis terjual, tergadaikan, atau hilang bahkan dirampok
bangsa/negara lain. Semua berlomba-lomba menjual Bangsa dan Negara. Dengan
dalih modernitas, ekonomi atau Agama, kita ekploitasi bangsa kita supaya setor
devisa pada bangsa atau Negara lain, tidak hanya setiap tahun, tetapi setiap
waktu, setiap saat. Sekarang ini bangsa kita sudah terpuruk dan diambang
kehancuran tanpa harus diserang oleh negara lain dengan kekuatan militer dan
persenjataan yang lengkap serta canggih. Tetapi terpuruk dan hancurnya bangsa
kita sekarang karena hilangnya budaya dan bahasa nusantara (Jawa) yang
merupakan Jatidiri dari bangsa Nusantara ini,
Mari kita
renungkan, apakah kata “Indonesia” perlu diganti atau tidak. Kalau kita
telusuri, yang memberi nama “Indonesia” adalah seseorang yang bernama A.
Sebastian, seorang sarjana Eropa dalam tulisannya mengenai daerah yang menjadi
jajahan Belanda. Indonesia berasal dari dua kata Indo- Nesos, maksudnya bagian
atau wilayah jajahan dari Nesos atau Nederland yang ada di Hindia, atau
daerah Indo atau India yang menjadi milik Nesos atau Nederland (Belanda), dengan
kata lain disebut HINDIA-BELANDA, untuk membedakan wilayah yang menjadi jajahan
bangsa Eropa lainnya (Inggris, Portugis). Seperti Malaysia adalah daerah Hindia
yang menjadi milik Inggris. Sedangkan dalam bahasa Yunani (menurut
Plato), Nesos berarti pulau atau kepulauan, Indonesia berarti Kepulauan
India. Secara tidak langsung kita masih kehilangan Jati diri, secara tidak
langsung kita masih mengakui sebagai jajahan Belanda. sehingga kita sering
terombang-ambing oleh politik luar negeri kita sendiri atau berbagai kebijakan
politik dunia. Bagaimana dengan kata Nusantara, yang asli dari bahasa Induk
Semang kita, bahkan mulai masa ratusan tahun silam sudah sering disebut-sebut
oleh para nenek moyang atau leluhur kita dengan kata NUSANTARA atau DWIPANTARA.
Kalau Muangthai berani berubah menjadi Thailand, Siam berani berubah menjadi
Kamboja. Kenapa kata Indonesia tidak bisa ganti nama menjadi NUSANTARA ? demi
Jatidiri Bangsa yang akan membawa bangsa dan negara kita pada kejayaan
dan kemakmuran.
Komentar
Posting Komentar